Minggu, 22 September 2013

4,7 Ton Timbunan BBM Disita


Pemalanghariandialog.com/Dialog -  Satgas Polres Pemalang yang  tergabung dalam Operasi Dian Candi 2013 telah menyita 4,7222 ton Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin dan solar yang dikemas dalam 157 jerigen ukuran 30 liter, yakni milik Fadloli bn Tahmad (46) sebanyak 1,3666 ton dan milik Nur Falalahi bn Khasim (30) sebanyak 3,336 ton belum lama ini.
Keduanya adalah warga Desa Sima RT.004 RW.005 Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. BBM tersebut dibeli dari SPBU Randudongkal sebelum kenaikan dan rencana semula akan dijual setelah BBM naik dengan harapan mendapatkan untung besar bagi kedua pelaku penimbun BBM tersebut.
Fadloli dan Nur adalah sebagai pedagang bensin sejak awal 2007 sampai sekarang dengan surat rekomendasi Deperindagkop Kabupaten Pemalang. Namun masa berlakunya sudah habis atau belum diperpanjang disamping itu kedua pelaku tidak memiliki SIUP.
Kapolres Pemalang AKBP Tjuk Winarko SH MH menegaskan, BBM sitaan akan segera dilelang oleh BU PLN (Baban Usaha Piutang Lelang Negara) Tegal. Dalam kasus ini pelaku terkena jerat pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dengan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun penjara dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,- (look)

Titik Nadir Degradasi Moral Indonesia


Pemalanghariandialog.com/Dialog -  “Saya selalu bangga sebagai bangsa Indonesia. Saya orang Indonesia,” ujar Ir. Sutarip Tulis Widodo Anggota DPR RI Komisi V, dalam sosialisasi empat pilar kehidupan kebangsaan dan bernegara, senin (15/9) di SKB Pemalang, Jawa Tengah.
Di lapangan, katanya, banyak temuan seseorang malu menyebut nama desa tempat tinggal karena desanya tidak terkenal. “Mengapa harus malu? Itu karena sebagai anak bangsa belum mempunyai rasa kebangsaan dan bernegara,” lanjutnya.
Dalam menjalankan tugas MPR RI untuk mensosialisasi empat pilar yang digagas oleh Taufik Kiemas, Ketua MPR RI saat itu, Sutarif yang alumnus ITB ini blusukan kemana-mana. Belum lama ini di hadapan ratusan guru Wiyata Bhakti (WB) Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Pemalang berharap, guru adalah ujung tombak baik di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat, oleh karena itu guru harus bisa segera mungkin untuk mensikapi hal tersebut.
Sutarif mengakui, bangsa Indonesia sudah pada titik nadir dalam degradasi moral berkebangsaan. “Krisis ini tidak datang begitu saja, akan tetapi secara pelan dan pasti. Semua ini terjadi karena kultur global dan campur tangan dunia luar. Disinilah tugas guru lebih tepat untuk mengaplikasikan ke anak didik, keluarga dan masyarakat,” paparnya.
Menurut Sartono Sahlan, Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang jua sebagai pembicara dalam acara tersebut,empat pilar (Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia) ini sangat penting, “Akan tetapi sekarang telah ditinggalkan oleh negeri ini. Negeri ini tidak boleh meninggalkan peradaban,” jelasnya.
Lebih jauh, kapitalisme dan konsumerisme telah merajahi kita karena jatidiri dilupakan. Janganlah keragaman jadi neraka bagi kita, sebaiknya malah dijadikan power dan diambil nilai positifnya. Empat pilar di atas harus dijalankan untuk mengokohkan negara ini, tukas Sartono. (look)

Desa Pendowo Juara II Nasional PHBS


Pemalanghariandialog.com/Dialog -  Desa Pendowo, Kecamatan Bodeh, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, keluar sebagai Juara II Nasional Lomba Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) belum lama ini.
Pelaksanaan lomba PHBS pada April lalu kini menuai hasil sebagai juara 2 nasional. Tahapan sebelumnya pada bulan Januari sebagai Juara I lomba PHBS tingkat kabupaten, kemudian melangkah ke tingkat propinsi pada bulan Februari sebagai Juara I.
“Keberhasilan tersebut merupakan kerja keras dan kerjasama perangkat dan warga desa,” ujar Kades Pendowo Durahman kepada Dialog belum lama ini.
Sedang kriteria yang dilombakan adalah menyangkut lingkungan seperti MCK, Posyandu dan lain-lain. Terkait hal ini Durahman harus ekstra ketat bekerja dan fokus sejak dilantik sebagai Kepala Desa (Kades) baru Januari yang lalu. Al-hasil mebuahkan hasil yang cukup memuaskan.
Dari kriterian penilain yang ditentukan oleh tim juri (panitia) lomba, Desa Pendowo bisa memenuhi segala persyaratan. Akhirnya menjadi juara, lanjut Durahman.
Desa Pendowo yang jumlah penduduknya kurang lebih lima ribu jiwa terbagi dalam tiga wilayah pedukuhan tersebut mayoritas bermata pencaharian petani. Selain itu juga berdagang atau berwiraswasta dan sisanya sebagai pegawai negeri. (look)

Selasa, 17 September 2013

Mas Agung, wakil Bupati Pemalang, Sumbang 3 Lagu


 Mukti Agung Wiboowo, ST. Wakil Bupati Pemalang menyumbaang 3 buah tembang 
di Rumah Makan Lesehan Podo Moro, Petarukan Barat, Pemalang, Jawa Tengah

Pemalang, hariandialog.com/Dialog -  Mukti Agung Wibowo, ST. Wakil Bupati Pemalang yang lebih akrab dipanggil Mas Agung kemarin menyumbang tiga lagu berturut-turut; lagu dangdut “Bahtera Cinta”, campursari “Alun-Alun Nganjuk”, dan pop “Aku Bukan Bang Toyib” dibabat habis kemarin (11/9) di rumah makan “Podo Moro” di Jalan Raya Petarukan Barat, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
Orang nomor dua di Kabupaten Pemalang ini hadir dalam acara ramah tamah dan grand opening pondok lesehan ikan bakar Podo Moro. Hadirin yang sebagian besar para jurnalis baik cetak atau elektronik serta tamu undangan lain menodong Mas Agung untuk nyumbang lagu.
Tidak canggung-canggung bagi Mas Agung, tantangan itu pun dilalap dengan membawakan tiga lagu berturut-turut tanpa hambatan, nyaris seperti penyanyi aslinya. Aplaus hadirin meriah seketika. “Ternyata orang nomor dua di Pemalang ini punya bakat nyanyi dan pantas jadi artis,” ujar Pambudi salah satu wartawan yang hadir disitu.
“Rencana ke depan acara ramah tanah seperti ini akan diadakan rutin tiap bulan,” ujar panitia penyelenggara kepada hadirin. (kukuh/look)

Syeh Mohammad Ashral (Mbah Wali Gendhon) Kesesi, Pekalongan

Makam Syeh Mohammad Ashral al Mbah Wali Gendhon Kesesi

Seratus enam puluh enam tahun yang lalu pada sebuah pedukuhan terpencil jauh dari keramaian kota, jika malam tiba hanya terdengar suara gangsir ngentir tiap malam dan jangkrik bernyayian mengisi kesunyian. Tidak mau kalah, binatang si-kaki seribu pun ngerik bersautan dengan belalang pohon. Sesekali mekarnya bunga kluwih melantunkan suara merdu di tengah malam disertai hembusan angin mamiri membuat suasana pedukuhan terasa dingin. Ditambah hutan gung liwang liwung (lebat) yang berada tidak jauh dari pedukuhan tersebut, sehingga kesejukan masih terasa kental dan sangat alami.
Jangankan deru mobil, listrik pun saat itu belum bisa menjamah dukuh ini yakni Dukuh Kauman, Desa Kesesi, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, lahirlah orok bayi laki-laki ganteng dengan kulit sawo matang dari seorang ayah Tarab dan ibu Tarkumi. Bayi mungil hasil cinta kasih sepasang suami istri itu kemudian diberi nama Mohammad Ashral tepatnya terlahir di tahun 1847 M.
Ashral lahir di lingkungan keluarga sederhana dan mandiri, hidup apa adanya (tidak aeng-aeng) serta tidak mengenal dunia kemewahan. Bahkan ia pun setelah menginjak usia baligh sudah ikutan turut menggembalakan hewan ternak piaraan orang lain, untuk mengisi kesibukannya sebagai seorang anak seperti pada umumnya yang suka bermain dan bermain.
Di mata teman sebayanya, Ashral kecil ini dikenal sebagai anak pendiam dan dalam pergaulan ia selalu mengalah di segala hal, juga sifat sebagai seorang pemaaf sudah ditunjukan semenjak ia masih kecil meskipun banyak teman bermain tidak jarang yang menyakiti, bahkan adapula yang menghinanya. Dalam diri Ashral tidak terbesil secuil pun muncul perasaan dendam. Seketika itu pun langsung memaafkan kepada teman sepermainan walau tidak diminta.
Waktu berjalan sesuai irama denyut nadi. Bagai mengalirnya air sungai tanpa bisa dipenggak atau dibendung oleh apapun. Datan tedas tinegas dening pedang ligan. Arus air tersebut tetap akan menuju pada sebuah suratan yang telah ditentukan oleh Allah Taala. Kini Ashral telah menginjak usia remaja akan tetapi sifatnya masih seperti Ashral kecil dulu yang pendiam dan pemaaf. Barangkali sudah menjadi karakter dan perwatakannya dan pengaruh dari pada sebuah pergaulan tidak mempan merubah kepribadiannya yang sudah meresap dalam tulang dan daging bocah kecil ini.
Bahkan tidak jarang Ashral memperlihatkan sebuah keanehan (keunikan, keajaiban) yang tidak dimiliki oleh anak-anak seusianya. Yang lebih menonjol yaitu ia lebih senang menjauh dari kehidupan yang bersifat keduniawiyah (kesenangan dunia semata), seakan ia sudah tahu betul sejak kecil bahwa dunia dan seisinya hanya cuma titipan-Nya (donya kuwi mung guluh orang Jawa bilang, gampang luntur lan ilang sakejaping netra yen ta Pangeran Kang Akarya Jagad ngersakake), oleh karena itu ia lebih asyik mencari sesuatu yang lebih hakiki.
Ia lebih melihat ke sebuah esensi bukan sekedar eksistensinya saja. Atau barangkali Ashral kecil sedang mencari sebuah mutiara hidup yang bersemayam dalam dirinya sendiri. Inilah keunikan Ashral kecil selalu menjauh dan menjauh dari sesuatu yang bersifat kediawian.
Dipandang sudah dewasa oleh orang tuanya, maka pada suatu ketika kedua orang tua Ashral memperkenalkan pada seorang perempuan untuk dijadikan sebagai pendamping hidup Ashral. Sebab usia sebaya Ashral di sebuah Pedukuhan Kauman Kesesi rata-rata sudah pada menikah usia muda. Saat itu menikah di usia mudah bukan hal aneh atau menikah usia muda bisa dianggap melanggar UU PPA seperti sekarang ini.
Usia sebelasan tahun di Dukuh Kauman sudah banyak yang menikah, hal ini disebabkan oleh karena tradisi dari leluhur sebelumnya dan turun temurun ke generasi berikutnya.
Tak lama kemudian sebuah perkawinan (ijab kobul) pun dilaksanakan antara Ashral dengan wanita tersebut (tidak dijelaskan nama wanita dan alamat). Namun, tiba-tiba semua terhenyak kaget melihat ulah Ashral. Yang terjadi tidak seperti pada umumnya seorang lelaki setelah meminang seorang perempuan.
Tatkala setelah ijab kobul (akad nikah) dilaksanakan pada hari itu pulalah Ashral langsung pulang kembali ke rumah orang tua bersama teman pengiring (pengantar pengantin) dan tidak mau kembali lagi ke tempat istrinya yang baru saja dinikahi.
Kedua orang tua Ashral pun kaget dan dibuat bingung olehnya. Beliau berusaha mencari tahu apa sebab musabab anaknya pulang secepat itu. Selaksa pertanyaan pun mengelayut dibenak kedua orang tua Ashral.
Akhirnya, teka teki itu pun terjawab seketika.

“Nangapa kowe balik ora gelem mbojo, lup?”

“Aku pingin mondok bae, Mak. Aku kepingin aring pesantren sinau agama men pinter,” jawabnya singkat dan menthes.

Sebab Mohammad Ashral pulang seketika dikarenakan ia belum ingin berumah tangga. Pada saat itu yang diinginkan Ashral muda bukan mencari pendamping hidup atau seorang istri, akan tetapi ia terpanggil dari telenging ati (jiwa yang dalam) hanya ingin menimba pengetahuan ilmu Agama Islam yang lebih mendalam dengan cara mondok di Pondok Pesantren (Ponpes). Sebuah cita-cita luhur yang jarang ditemukan pada jiwa sebaya Ashral pada saat itu.


Berangkat ke Cirebon.

Kemudian pagi-pagi benar Ashral menemui kedua orang tua dan kerabatnya untuk pamitan dan memohon ijin pergi ke Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat. Tujuan utama tak lain adalah untuk ngangsu kawruh (menimba ilmu) Agama Islam dengan mondok (nyantri) di tanah Cirebon tersebut.
Anak polah bapa kepradah, akhirnya kedua orang tua Ashral dengan berat hati pun mengijinkan dan merestuinya secara tulus ikhlas. Dengan sedikit uang sebagai ongkos perjalanan dan dibekali makan untuk keperluan di jalan, maka Ashral dengan tekad bulat dan nyawiji melangkahkan kaki seorang diri ke tempat yang dikehendaki, hanya mengikuti kata hati dan ngetuti jangkahing laku raga kang katuntun suksma.
Inilah awal petualang spiritual seorang anak Mohammad Ashral pergi ke luar dari sebuah pedukuhan terpencil tempat tanah kelahiran yang ia cintai. Ia lebih mengutamakan mencari dan mendalami ilmu Agama Islam dari pada segalanya. Sampai kedua orang tuanya pun yang sangat mengasihi ia rela tinggalkan, bahkan istri sah yang baru saja is nikahi juga ia tinggalkan begitu saja karena ada tugas yang lebih utama harus ia kerjakan.
Perjalanan panjang ia laluhi dengan jiwa lapang dada, dengan usus panjang, dengan waduk segoro dan pikiran padang. Desa Kesesi Pekalongan menuju ke Tanah Cirebon Jawa Barat bukan jarak dekat dijalani dengan berjalan kaki. Saat itu belum ada Angkot atau Angdes seperti sekarang ini. Ke Jakarta tinggal beli karcis lalu naik dan tidur tiba-tiba sudah sampai di Pulogadung Jakarta. Sekarang jamanya serba instan.
Lain halnya pada jaman Ashral kecil. Butuh tenaga dan kesabaran ekstra jika ingin bepergian jauh. Tidak mengenal siang atau malam, perut keroncongan pun diabaikan begitu saja. Tapi semua kelelahan, rintangan, tidak terasa bagi Ashral, ibarat pepatah Jawa bilang sakpira gedhining sangsara yen tinampa amung dadi coba (seberapa besarnya penderitaan jika diterima dengan lapang dada hanyalah sebuah cobaan). Jarak yang jauh, waktu yang lama dan melelahkan bukan aral rintangan baginya. Pada waktu itu pengasuh Ponpes Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat adalah Kyai Munir.
Setelah sampai ketempat tujuan, ia menyatu di lingkungan Ponpes akan tetapi sifat kecilnya tidak berubah sama sekali juga perilaku dalam keseharian. Ia selalu menyendiri bahkan di lingkungan Ponpes dikenal sebagai anak pemalas. Disebabkan oleh karena disaat santri yang lain sedang melaksanakan perintah (tugas) dari ustad (guru) ia malah acapkali tidur.
Hal itu sering membuat santri lain kurang senang terhadap perilaku Ashral. Pada suatu ketika ia disuruh rekan santri untuk menanam pohon pisang. Ashral menolak keras. Ia baru akan menuruti menanam pohon pisang jika dengan sebuah persyaratan atau sebuah sayembara.

“Wit gedang tandurane sapa sing uwoh dingen ngkonon kuweh sing menang,” itulah sayembaranya.

“Pohon pisang siapa yang akan berbuah terlebih dahulu itu pemenangnya,” itulah sayembaranya.

Maka para santri sepakat dengan sayembara tersebut. Dan ternyata, tidak disangka pohon pisang yang ditanam oleh Ashral berbuah lebih cepat dari perkiraan teman santri dan diluar akal sehat manusia lumrah.
Bagaimana tidak,keajaiban itu pun terlihat nyata: paginya pohon pisang yang ditanam Ashral sudah berbuah sekaligus langsung masak semua. Ini jelas-jelas di luar kewajaran. Hal itu membuat santri-santri di Ponpes tercengang takjub, sekaligus Pengasuh Ponpesnya juga keheranan. Dan kejadian-kejadian unik lain pun sering muncul dalam keseharian di kehidupan Ashral.



Mohammad Ashral Hilang

Kurang lebih 5 (lima) tahun berjalan mondok di Ponpes Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat, suatu ketika di lingkungan Ponpes terkena wabah penyakit kulit (gatal-gatal). Kemudian oleh Pengasuh Ponppes disarankan agar seluruh santri mandi di suatu sendang (tempat dan lokasi tidak disebutkan). Setelah mereka sampai di suatu sendang semua santri berendam yang airnya hangat.
Kalau tidak nyleneh bukan Ashral namanya.
Teman santri di Ponpes sudah hafal betul dengan perilaku Ashral. Ia saat itu tidak  mau turun  ke sendang untuk ikut mandi bersama-sama dan hanya duduk di tepi sendang. Akhirnya kejahilan santri yang lain pun muncul spontanitas untuk ngerjain Ashral agar mau mandi bersama-sama.
Mereka memaksa dan mendorong Ashral masuk ke dalam sendang. Maka jatuhlah ia ke dalam sendang dan menyelam.
Tetapi setelah ditunggu beberapa saat tidak muncul-muncul ke permukaan. Para santri pun menjadi bingung, takut dan tegang. Kekawatiran mereka muncul akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada sangtri Ashral. Pencarian pun serempak dilaksanakan saat itu juga. Sampai air sendang dikeringkan akan tetapi tubuh Ashral tidak bisa diketemukan.
Dengan penuh rasa kawatir dan diliputi duka, Pengasuh Ponpes dan disertai santrinya datang silaturahmi ke Dukuh Kauman, Desa Kesesi, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, menemui kedua orang tuanya guna menyampaikan kabar peristiwa hilangnya Ashral di sendang. Dan barangkali Ashral sudah ada di kampung halaman. Akan tetapi di rumahnya di Kesesi pun tidak diketemukan seorang Ashral.
Dengan penuh kesabaran dan tawakal, berita hilangnya Ashral pun diterima dengan hati yang perih, pasrah dan lapang. Mereka pasrah terhadap kekuasan Illahi yang Maha Tinggi. Setelah mendengar kabar ini, para kerabat keluarga hanya dapat berharap dan berharap semoga Mohammad Ashral tetap selamat dan masih hidup sehingga suatu saat masih dapat berkumpul dengan keluarga.
Hari berganti hari, minggu pun bergulir cepat, bulan berputar tanpa henti, hingga satu dasa warsa (10 th-an) tak terasa berlalu begitu saja. Sebuah penantian yang sangat panjang. Akan tetapi Mohammad Ashral masih tetap belum kunjung pulang. Entah di telan bumi atau menetap dirimba mana, tiada yang tahu. Sebuah penantian yang melelahkan dan bahkan keputus asaan pun telah menggelayuti seluruh keluarga besar Ashral di Kauman Kesesi. Harapan untuk kembalinya seorang Ashral menjadi pupus dan sirna karena termakan waktu sangat panjang. Nyaris terlupakan untuk mengharap Arshal pulang.

Tim pennulis; Abdul Lukman Prabowo, Muhammad Aridin RS, Ali Sodikin, SPd.SD.

Kembali ke Rumah

Musim kemarau panjang menimpa Kesesi dan sekitarnya saat itu. Kekeringan merata, banyak tanah yang retak sehingga beberapa tumbuhan meranggas bahkan ada yang mengering dan akhirnya mati. Gagal panen merebak. Kehidupan masyarakat di hadapkan dengan sebuah wabah paceklik (kemiskinan dan kesusahan).
Di suatu malam yang sunyi senyap (sunyo ratri) tidak biasanya tiba-tiba datang angin berhembus kencang. Menerbangkan dedauan, mematahkan ranting-ranting kering, petir pun bersambaran di langit. Suasana hampir porak poranda. Suaranya menggelegar diikuti hujan deras secara tiba-tiba menakutkan nyali bagi warga Kesesi ketika itu.

“Ya Allah bencana apa lagi yang harus kami terima,” lirih jerit itu pun berkumandang dalam hati warga Kesesi.

“Azab apa lagi yang harus kami tanggung,” lanjut mereka.

Malam itu, boleh dikata seluruh warga Kesesi tidak ada yang berani keluar rumah satu pun. Yang dirasa hanyalah ketakutan yang mencekam menyelimuti malam gulita.
Di rumah sederhana yang ditempati oleh orang tua Mohammad Ashral tiba-tiba dari luar terdengar suara ketukan pintu. Penghuni rumah disaat suasana yang menakutkan itu layak tidak mau membukakan pintu sedikitpun.
Karena pintu lama tidak dibuka, maka tamu tersebut mengucapkan salam dengan halus dan menyebutkan nama.

“Assalamu’alaikum... aku Mohammad Ashral, Mak, Pak...”

Setelah mendengar uluk salam sang tamu tersebut, dengan penuh tanda tanya antara percaya dan tidak tercampur sebuah keraguan, tetapi diberanikan diri untuk membuka pintu rumah. Kedua orang tua itu sebelumnya membalas uluk salam sang tamu misterius, karena datang di malam yang mencekam.

“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh...”

Betapa terkejutnya setelah melihat siapa yang  datang tak lain Mohammad Ashral, walau dalam hati kecil kedua orang itu tetap terbesit sebuah keraguan.

“Apa kiyeh Ashral, anaku sing ilang genanu?” bisiknya dalam hati.

Bagaimana tidak. Satu dasa warsa lebih bukan waktu singkat dan hampir terlupakan nama Ashral dalam relung hati kedua orang tua tersebut.

“Apa kiyeh wong sejen sing madani Ashral?” sebuah pertengkaran batin kedua orang itu pun terus berbisik.

Akan tetapi keraguan itupun sirna seketika, karena haru, sedih dan gembira jadi satu menyambut kedatangan Ashral anaknya tercinta yang sekian lama menghilang ditelan waktu.

“Ohalah Ashral...?!”

Mereka berpelukan diiringi tangis bahagia dan tetes air mata pun tidak bisa dibendung mengalir deras.

Ashral pulang dengan pakaian yang tidak lazim digunakan oleh masyarakat setempat saat itu. Ia hanya menggunakan pakaian yang terbuat dari akar-akaran, dianyam sebagai penutup aurat dan dengan jenggot lebat serta rambut terurai panjang sampai punggung.
Hampir tidak dipercaya bahwa yang datang itu itu adalah Mohammad Ashral yang hilang. Dan kabar kepulangan Ashral pun tersebar secara cepat hari berikutnya. Sanak keluarga, tetangga dan semuanya berdatangan karena penasaran dan banyak yang menanyakan kemana saja selama ini, di mana, lalu bagaimana?

“Ring ngendi bae kowe Ashral seprana seprene, kok gawe binglute wong sekampung kene,” tanya orang-orang yang pada hadir termasuk kedua orang tua Ashral pun bertubi-tubi melontarkan berbagai pertanyaan.

Ashral hanya menceritakan beberapa hal yang dianggapnya penting saja secara singkat. Diantaranya, selama ini ia tinggal di hutan di dalam gua nun jauh di sana (tidak disebut letak, daerah mana) hanya ditemani para hewan yang sekaligus mencarikan makanan buat Ashral berupa daun planding (petai cina) dan bunga pohon jati.
Rasa penasaran si-penanya pun semakin bertambah, dan ditanyakan pula tentang proses kepulangannya dan bersama siapa.

“Aku balik ngumah sedawane dalan kuweh dikancani macan, nekan nyebrang kali amba disebrangake ring ula,” jawab dengan polos dan jujur. Tidak terbesit kebohongan secuilpun bagi Ashral.

Ashral menceritakan bahwa ia selama diperjalanan ditemani oleh seekor harimau dan apabila menyebrangi sungi besar ia disebrangkan oleh seekor ular.

Walau tidak masuk akal, akan tetapi itulah yang terjadi. Bukankah alam (kehidupan) ini serba ja’iz? Jika Allah Taala menghendaki maka tidak ada yang tidak mungkin di jagad raya ini. Innamaa amruhuu idza araada syai-an an yaquula lahu kun fayakun!
Rasa penasaran warga Kesesi pun tidak pernah berakhir. Terbukti warga selalu silih berganti tidak henti-hentinya berkunjung ke rumah orng tua Ashral, tak lain ingin melihat kondisi dan keberadaan Ashral langsung.


Satu Tahun di Atas Pohon Kelapa

Suatu hari dengan tidak diketahui penyebabnya secara tiba-tiba Ashral naik ke pohon kelapa. Berhari-hari hingga berbulan-bulan lamanya tidak makan dan tidak minum.
Dengan segala akal, berbagai cara serta kemampuan seluruh keluarga merayu agar Mohammad Ashral agar mau turun. Namun tetap saja Ashral tidak bergeming sedikitpun untuk turun. Peristiwa ini berlalu dibiarkan begitu saja, ia berada diatas pohon kelapa hampir satu tahun penuh lamanya. Dan kemudian Ashral pun turun dengan sendirinya tanpa ada yang menyuruh untuk turun.
Proses turun dari pohon kelapa ini pun membuat orang tercengang heran.
Ia turun dengan pelepah kelapa yang sudah kering melayang meluncur ke bawah sampai mendarat di tanah dengan selamat. Akhirnya pelepah daun kelapa tersebut digunakan untuk duduk silah di bawah pohon jeruk dan pohon nangka.
Di tempat baru itu pulalah Ashral tidak mau beranjak sedikitpun, hingga berbulan-bulan lamanya. Hingga datang musim hujan pun Ashral tidak mau pindah tempat. Pendirian Ashral tidak berubah, sehinga kerabat-kerabatnya membuatkan suatu tempat untuk berteduh agar terhindar dari guyuran air hujan serta dibuatkan pula pagar keliling sebagai pembatas tempat ia lelaku tersebut.
Kabar kepulangan Mohammad Ashral tidak cuma beredar di seputar Kesesi saja. Akan tetapi melebar sampai didengar oleh Pengasuh Ponpes (Kyai Munir) tempat ia menimba ilmu Agama Islam sebelas tahunan yang lalu. Yang pada akhirnya Pengasuh serta santri Ponpes datang bersilaturahmi sekaligus ingin tahu kondisi Ashral terkini secara langsung.



Julukan Wali Gendhon (Mbah Wali Gendhon Kesesi)

Setelah sampai di kediaman Mohammad Ashral, kemudian mereka mengadakan pertemuan khusus yang pada akhirnya dengan logat (dialek) Cirebon yang kental maka pengasuh Ponpes mengatakan

“Cung, kiyeh Mokhammad Ashral wis balik, sira susah piker, bingung piker, sowan nang Mokhammad Ashral. Julukane Wali Gendhon.”

“Anak-anak, sekarang Mohammad Ashral sudah pulang, jika kaliyan ada rasa gundah, keruwetan dan tidak adanya ketenangan dalam fikiran, maka datanglah bersilaturahmi ke tempat Mohammad Ashral. Julukane Wali Gendhon.”

Begitulah wejangan yang disampaikan pengasuh Ponpes terhadap para santri. Dan semenjak kedatangan Pengasuh dan santri Ponpes tersebut, barulah Mohammad Ashral alias “Wali Gendhon” berkenan masuk ke rumah menyudahi lelakunya.Sejak itu pulalah Mohammad Ashrul mendapat gelar wali Gendhon atau Mbah Wali Gendhon oleh pengasuh Ponpes Babakan Ciwaringin Cirebon, Jawa Barat.


Jaman Penjajahan Belanda

Saat itu Indonesia berada di tangan kekuasaan penjajah Belanda di bawah pimpinan Ratu Wilhelmina. Dan akhirnya rumah Mbah Wali Gendhon sebagai tempat perlindungan pejabat dan tentara pejuang kemerdekaan yang terancam (diincar, dikejar-kejar) oleh serdadu Belanda. Secara otomatis Mbah Wali Gendhon menjadi musuh dan incaran serdadu pula.
Setelah Belanda mengetahui bahwa di rumah tersebut banyak pejuang yang berlindung di sana, maka pada suatu hari Belanda melancarkan serangan lewat udara dengan membombardir tempat tersebut. Dengan tujuan biar hangus rata tanah dan isi penghuni tewas semua.
Namun hanya dengan perisai tampah yang tengkurep diletakan di halaman rumah, al hasil dengan izin Allah SWT serta dengan kekuatan-Nya tempat tersebut dan sekitarnya selamat dari serangan bom.
Walaupun Syeh Mohammad Ashral sudah berbuat baik dan benar untuk masyarakat akan tetapi tetap saja tidak sedikit ada yang membenci dan memusuhi, tak lain adalah mereka yang berpihak pada Kompeni. Itulah manusia. Ada yang baik ada yang buruk, ada yang benci ada yang suka, selalu sinergis berpasang-pasangan (dua).
Mereka yang membenci beliau selalu memata-matai dan selalu mencari kelemahan Mbah Wali Gendhon tanpa henti-hentinya. Berbagai cara pun diperdaya untuk mengalahkan beliau. Biar bertekuk lutut pada kompeni dan menyerahkan pejuang-pejuang yang berlindung pada beliau. Dan pada suatu ketika beliau dijebak oleh seseorang untuk meyakinkan kalinuwihannya atau kewaliannya. Maka orang tersebut berkata pada kompeni dengan cara mengadu.

“Seandainya dia benar-benar wali Allah maka dia akan selamat jika ditembak. Namun jika dia wali bohongan maka jika ditembak tidak akan selamat,” ujar orang tersebut pada kompeni.

Dan pada saat terjadi penembakan Mbah Wali Gendhon sempat melindungi orang yang berada di depannya, dengan segera secepat kilat beliau menyambar orang tersebut lalu disembunyikan di belakangnya.
Terdengar letusan mesiu memekakan genderang telinga yang diarahkan ke tubuh Mohammad Ashral. Saat itu kompeni terheran-heran, tubuh Ashral tidak kelihatan, yang tampak hanyalah segumpal asap mesiu membumbung yang baru saja meletus.
Kemudian setelah asap mulai menipis beliau tampak dengan sebuah peluru berada digenggaman dan peluru tersebut sempat diperlihatkan pada mereka.
Seketika itu pun beliau berucap pada orang yang diselamatkan.

“Nekan ora tak umpetake, kowe sing kena,” ujar Mbah Wali Gendhon pada orang itu. *)
“Seandainya tidak saya sembunyikan, kamu yang kena,” ujar Mbah Wali Gendhon pada orang itu.

*) Kisah nyata ini telah diceritakan oleh orang yang diselamatkan langsung Mbah Wali Gendhon pada keluarga pengelola makam.


Nyiwer Markas Belanda

Setelah kejadian itu, selang beberapa hari serdadu Belanda datang dengan Komandan Pasukan. Mereka minta maaf sambil membawa berbagai macam makanan dan sejumlah uang. Namun dengan rendah hati tidak membuat sakit apalagi tersinggung, Mbah Wali Gendhon menolak pemberian tersebut. Bahkan menyuruhnya untuk membawa pulang semua pemberian barusan.
Terpisah, Mbah Wali Gendhon pada suatu ketika pernah gencar melancarkan perlawanan kepada kompeni dengan caranya sendiri. Beliau mengusir Belanda hanya dengan mengelilingi (langlang) markas atau disiwer. Satu demi satu tiap hari tentara Belanda tewas (meninggal) tanpa sebab yang jelas. Dan akhirnya markas tersebut kosong karena serdadu Belanda bubar ketakutan, dengan sendirinya maskas sepi tanpa berpenghuni.
Begitulah, diantaranya Mbah Wali Gendhon telah turut serta andil dalam berjuang melawan penjajah pada waktu itu hingga Indonesia Merdeka, jiwa patriotiknya telah mencokol dalam diri Mbah Wali Gendhon.
Dari berbagai peristiwa (kisah nyata) tersebut maka banyak masyarakat yang semula kurang yakin tentang ke-walian Syeh Mohammad Ashral atau Mbah Wali Gendhon ini menjadi yakin bahwa beliau adalah seseorang yang memiliki karomah yang diberikan oleh Allah SWT.  Dan mulailah masyarakat berbondong-bondong berdatangan ke makam beliau.
Sekelumit kisah hidup Syeh Mohammad Ashral al Mbah Wali Gendon yang merupakan pejuang dan ulama kharismatik dari Kesesi ini dapatlah dipetik hikmahnya dan guna mengenang beliau sebagai wali Allah sekaligus seorang pahlawan melawan kompeni yang menindas rakyat. Berjuang hingga akhir hayat.

Pada tahun 1960 beliau meninggal dunia (1847-1960)

Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uuna wa innaa ilaa rabbinaa lamunqalibuuna. Allahumma uktubhu ‘indaka fil muhsiniina waj’al kitaababuu fi ‘illiyyiina wakhluf fii ahlihii fil ghaabiriina.
(sesungguhnya kami milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya dan kami pasti akan kembali kepada Tuhan kami. Ya Allah, tulislah dia di sisi Engkau termasuk golongan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan Engkau jadikanlah tulisannya itu dalam tingkatan yang tinggi serta gantilah ahlinya dalam golongan orang-orang yang pergi).
Semoga arwah beliau diteriam di sisi Allah SWT dan masuk dalam surga-Nya. Amien.

Sisa hidupnya beliau abdikan untuk umat dan masyarakat, di usia yang 113 beliau wafat tanpa meninggalkan seorang anak. Jasad beliau disemayamkan di Dukuh Kauman, Desa Kesesi, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan.  Syeh Mohammad Ashral atau Mbah Wali Gendhon Kesesi lahir tahun 1847 (tanggal tidak diketahui) – wafat tahun 1960 (tanggal juga tidak diketahui).



Makam Dipindah

Oleh karena erosi Sungai Layangan telah mengancam keberadaan makam beliau dan untuk mencegah hilangnya makam maka dipindahkan tidak jauh dari asal semula (400 meter dari asal) masih satu dukuh yakni di Dukuh Kauman Selatan pada tahun 2000 M.
Dan masih banyak cerita atau kisah nyata yang belum diungkapkan di sini (akan dilengkapi jika ada berbagai temuan kisah nyata dan sebagainya) dan juga kisah hidup Syeh Mohammad Ashral banyak yang tidak masuk akal. Jika ditulis semua terkadang bisa menjadi polemik sebab karena ada sebagian pembaca yang tidak mempercayai kisah nyata tersebut oleh karena tidak bisa diterima oleh akal pikiran.


Lokasi

Kondisi tanah berundak luas seluruhnya ± 35 m x 20 m.

Disitu berdiri bangunan utama makam Syekh Mohammad Ashral alias Mbah Wali Gendhon Kesesi seluas 4 m x 5 m, serambi 3 m x 3 m dan penampung mata air yang tidak pernah kering walau pun di musim kemarau disebutnya 

"SENDANG KASEPUHAN" 

yang telah dimanfaatkan oleh peziaroh karena karomah dari air sendang tersebut seperti untuk madangke pikir, menyembuhkan berbagai penyakit dan kepentingan masing-masing peziaroh.

Munajad dari peziaroh tentunya berbeda-beda, dan banyak pula yang jodoh (cocok) oleh karena karomah air tersebut, seperti dituturkan oleh Bowo (peziaroh dari tlatah Pemalang). Saat pikiran kalut dan bingung ia datang karena panggilan hati lalu minum tiga tetes air Sendang Kasepuhan dan mandi besar, ditutup dengan doa kemudian ambil air wudlu lalu sholat di musholah yang ada di areal makam memohon kekuasaan Allah SWT agar problem yang sedang dihadapi segera teratasi. 
Kata Bowo, alhamdulillah keajaiban itu muncul di pagi harinya. Itu semua karena Allah Taala, bukan karena air Sendang Kasepuhan (bukan syirik). Air sendang hanya sebuah air biasa, akan tetapi karena rakhmat dan hidayah-Nya air tersebut menjadi mustajab serta berkah mbarokahi. Dan masih banyak kisah-kisah nyata yang lain yang akan ditampilkan di sini (bersambung).
Di atasnya berdiri musholah 8 m x 7 m serta rumah sederhana sebagai tempat tinggal pengelola makam 4 m x 6 m.
Di dalam bangunan utama ini jasad Syeh Mohammad Ashral alias Mbah Wali Gendhon Kesesi disemayamkan dengan tenang (seperti tampak pada foto di atas). Tiap hari selalu dikunjungi peziaroh yang terkadang ada yang bermalam beberapa hari baik perorangan atau rombongan. Mereka datang mencari ketenangan dan ngudari ruwet petenging pikir. Dan berbagai kepentingan. Masing-masing pengunjung punya kepentingan yang berbeda-beda pula. (*)



Mudah-mudahan tulisan ini dapat dijadikan bahan referensi dinas dan/atau instansi terkait (Pemkab Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Pusat Jakarta) untuk kepentingan khasanah budaya bangsa. Karena keterbatasan dana maka pengelolaan makam Syeh Mohammad Ashral atau Mbah Wali Gendhon Kesesi, sarana dan prasarana yang tersedia kurang dari sempurna.
Seperti halnya MCK Umum tidak tersedia dan tempat untuk parkir kendaraan tidak ada. Padahal tiap hari dan hari-hari tertentu makam tersebut banyak dikunjungi peziaroh dari berbagai daerah (luar kota). Bahkan ada yang datang dari luar negeri seperti negeri Jiran Malaysia pun berziaroh ke tempat disemayamkannya Syeh Mohammad Ashral alias Mbah Wali Gendhon Kesesi.
Pengelola makam Syeh Mohammad Ashral alias Mbah Wali Gendhon Kesesi berharap adanya dermawan yang mau dan sudi mengulurkan tangan untuk keperluan (pembuatan) sarana dan prasarana tersebut di atas. Untuk perluasan lahan guna pembuatan MCK Umum, tempat parkir dan sebagainya.
Bagi dermawan, dianjurkan datang saja langsung ke lokasi, tidak pakai perantara untuk menghindari kesalah pahaman dan penyalahgunaan amanah.
Pengasuh makam Syeh Mohammad Ashral alias Mbah Wali Gendhon Kesesi adalah M Arifin RS (cicit kemenakan Mbah Wali Gendhon Kesesi) alamat: Dukuh Kauman Selatan, Desa Kesesi, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.


Tim penyusun:

Muhammad Arifin RS (0877 6425 7565, 0823 2593 3422) (Pengelola Makam)
Ali Sodikin, SPd.SD. (0878 3059 8434, 0856 4255 4254) (Penilik Sekolah UPPK Bodeh)
Abdul Lukman Prabowo (0877 6463 8055, 0853 2800 9755) (Wartawan SK Dialog)

(Kesesi, 14 September 2013)



KHAUL SYEKH MOHAMMAD ASHRAL alias MBAH WALI GENDHON KESESI
diselenggarakan setiap sasi Jumadil Awal dinten Ahad Legi.



            Semi adalah pengelola pertama makam tersebut yang juga ibu kandung dari Muhammad Arifin RS. Almarhummah Semi merupakan cucu Kemenakan (Plunan) dari Syeh Mohammad Ashral alias Mbah Wali Gendhon Kesesi.
Muhammad Arifin RS (45) yakni pengelola (sekarang) makam Syeh Mohammad Ashral alias Mbah Wali Gendhon Kesesi adalah anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Ibu Semi dan Bapak Ramidi. Keempat putranya adalah: 1. Ashar. 2. Nasori. 3. Khuromin. 4. Muhammad Arifin RS.
 Sewaktu muda Arifin bekerja serabutan di Jakarta untuk mencari nafakah buat meringankan dan membantu orang tua. Untuk sementara, saat itu makam dirumat dan dikelola oleh Ibu Semi sendirian. Suatu ketika Arifin pulang merantau, di tahun 2003 mendapat wejangan langsung dari Mbah Wali Gendhon.

“Putuku kowe Istiqomaha nang Karangdadap,” ujar Mbah Wali Gendhon.

Wejangan tersebut buat Arifin menjadi sebuah obsesi panjang. Apakah ia harus ke Desa Karangdadap dan mencari seorang wanita yang bernama Istiqomah untuk dijadikan pendamping hidup. Atau bagaimana? Keluguan dan kejujuran Arifin yang cuma tamatan MTs inilah menjadikan bingung dalam mengartikan wejangan tersebut.
Mencari jawab pun ia cari ke sana kemari. Akhirnya ditemukan jawaban pasti mengenai makna wejangan dari Mbah Wali Gendhon, yakni:

“Tidak usah kerja kemana-mana lagi, rawatlah makam Mbah Wali Gendhon saja dan jangan takut tidak bisa makan,” itulah makna wejangan tersebut. Kini Arifin dengan kesendiriannya, kedua orang tua sudah meninggal, ia merawat makam Mbah Wali Gendhon tanpo konco tanpo batir alias masih bujang.

(14/9/2013)





WORO-WORO !!!

AKAN DITERBITKAN BUKU KECIL TENTANG SYEH MOHAMMAD ASHRAL 
ALIAS MBAH WALI GENDHON KESESI. CP. 0877  6463 8055, 0853 2800 9755.

Selasa, 10 September 2013

Satpam SMK Negeri 1 Ampelgading Bertingkah



Pemalang, hariandialog.com/Dialog - Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh ulah oknum Satpam Suntoro, SMK Negeri 1 Ampelgading (notabene Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) alamat di Jalan Raya Ujunggede Ampelgading Pemalang Jawa Tengah.
Arogansi di SMK Negeri 1 Ampelgading tidak hanya dilakukan oleh oknum Satpam, “Hampir 80% oknum guru disitu pun arogan dan bertindak kasar terhadap murid,” ujar salah satu siswa yang tidak mau disebutkan namanya.
Tindak kekerasan yang dilakukan oleh Suntoro kemarin (7/9) terhadap siswa Yusup Bakhtiar, kelas satu jurusan gambar bangunan, tidak patut ditiru. Tindakan Suntoro telah melenceng jauh dari slogan pendidikan ingarsa sung tulada, ingmadya mangun karsa, tutwuri handayani.
Perlakuan kasar juga sering dilakukan oleh oknum guru di sini,” lanjut siswa tersebut kepada Dialog. Akan tetapi semua korban terbungkam oleh ketakutan untuk menguak sebuah kebenaran.
Wartawan cetak dan elektronik kemarin Selasa (10/9) mendatangi sekolah. Kepala Sekolah Drs. H. Sobirin, MPd. hanya menemui sebentar dan menghilang. Sehingga belum bisa dikonfirmasi lebih tentang tindakan yang akan dijatuhkan terhadap bawahan dan sangsi apa yang akan diberikan. Sebab disinyalir jika ada anak didik yang berkelahi akan ditindak tegas dikeluarkan. Dan sekarang pihak sekolah sendiri yang melakukan kekerasan apakah dibiarkan saja. Ironis memang.
Bahkan beberapa wartawan sempat adu mulut saat konfirmasi hal tersebut dengan Satpam yang menemui di ruang tamu SMK tersebut. (look/kukuh)

Drop Box Praktis dan Efisien


Pemalang, hariandialog.com/Dialog - Kantor Imigrasi Kelas II Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah semakin itensif dan memanjakan pelayanan bagi pembuat paspor. Berbagai inovasi dan fasilitas pun terus dan selalu ditingkatkan.
Seperti inovasi sebelumnya pelayanan via online, SMS Gateway dan sarana prasarana penunjang yang lain. Salah satu yang menunjang dan bisa mengurangi kejenuhan dalam antrean adalah pelayanan dengan sistem Drop Box yang disediakan 24 jam.
Bagi pemohon dimanapun asalnya yang tidak banyak memiliki waktu luang bisa memanfaatkan fasilitas Drop Box ini. Sebab, selama ini pelayanan sistem manual, memang tidak jarang pemohon jenuh karena lama dalam antrean. Sekarang tidak perlu lama ngantre.
Kepala Kantor Imigrasi Pemalang I.Ismoyo melalui Kasi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian (Infokim) Haryono Susilo mengatakan, bahwa pelayanan dan kemudahan bagi pemohon paspor selalu dikedepankan dan menjadi prioritas utama kami.
Dengan Drop Box ini pemohon dapat mempercepat dalam pengajuan pembuatan paspor,” lanjutnya
Semua berkas bisa diajukan jauh-jauh hari sebelumnya. Prosedurnya tidak jauh berbeda dengan sistem pengajuan via online atau internet. Pemohon cukup memasukan data lengkap seperti pada petunjuk di layar monitor. Kemudian memasukan berkas serta persyaratan pengajuan ke dalam Drop Box untuk diproses.
Pemohon harus mencantumkan nomer telepon,” tandas Haryono. Sebab nanti akan dihubungi melalui nomer telepon oleh pihak imigrasi. (look/kukuh)

Panitia Seleksi CPNS di Pemalang dari Pusat


Pemalang, hariandialog.com/Dialog - Tim seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, terdiri dari KPK, Kejaksaan, Kepolisian dan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Ini benar-benar transparan karena Panitia Seleksi (Pansel) berasal dari pusat, ujar H. Junaedi Bupati Pemalang belum lama ini.
Sedangkan konsorsium pelaksanaannya dilakukan oleh Perguruan Tinggi, bisa dari Universitas Gajah Mada (UGM) Jogyakarta, bisa dari Universitas Diponegara (UNDIP) Semarang, lanjutnya.
Di Kabupaten Pemalang kali ini yang diadakan adalah seleksi CPNS khusus Kategori (K2) secara transparansi. Proses pelaksanaan persis seperti pelaksanaan Ujian Nasional. Yakni soal test dan jawaban disteples lalu dimasukan dan disegel kembali. Kemudian dibawa ke Jakarta langsung.
Kepada peserta seleksi CPNS khuus K2 agar tidak mempercayai pihak yang menjanjikan bisa meloloskan seleksi tersebut, tambah Junaedi.
Untuk Kabupaten Pemalang sendiri hanya khusus CPNS K2. Untuk yang umum belum ada jatah alokasi karena belum ada keseimbangan antara belanja pemerintah daerah langsung dan tidak langsung .
Jika ada sesorang yang mengaku dekat dengan Bupati, Kapolres, Setda, maupun pejabat lainnya dengan maksud mendatangi para CPNS dan minta jasa atau imbalan dengan nominal tertentu, itu adalah bohong dan tidak benar, tegas Junaedi.
“Saya tidak pernah memerintahkan kepada siapapun untuk perihal tersebut,” ujar Bupati Pemalang belum lama ini di Gedung Serba Guna Pemalang dalam acara halal bi halal keluarga besar Unit Pengelola Pendidikan Kecaamatan (UPPK) Pemalang. (look/sisono)

Tewas Tenggelam di Sungai Comal Saat Mancing


Pemalang, hariandialog.com/Dialog - Rudi Hasan (22) buruh serabutan asal Desa Susukan Tegalan RT.003 RW.003 Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, tewas tenggelam di Sungai Comal Minggu (8/9) kemarin.
Rudi yang keseharian sebagai buruh serabutan, belum dikarunia anak menikah sudah dua tahun dengan Erlin (30) asal Desa Kelangdepok, Kecamatan Bodeh, Kabupaten Pemalang, hari itu benar-benar naas. Sekitar pukul 15.00 WIB Rudi berkeinginan mancing ikan di Sungai Comal dekat rumah mertuwa Desa Kelangdepok.
Om.. Om.. sebelah sana ikannya banyak,” celetuk salah satu anak-anak yang ada di situ yang ikut mancing, sambil menunjuk ke arah yang dimaksud.
Kemudian Rudi bergeser menuju ke tempat tersebut. Yang memang tampak banyak ikan berkecipak riak besar-besar, membuat ngiler dan tergiur untuk mancing di tempat tersebut. Naas tidak dapat ditolak, Rudi tiba-tiba tergelincir kecebur ke Sungai Comal dan tidak timbul lagi. Anak-anak yang melihat Rudi tenggelam pun berteriak minta tolong kesana kemari dan minta bantuan ke penggali pasir yang tidak begitu jauh dari tenggelamnya Rudi.
Bantuan pun berdatangan dari warga untuk mencari keberadaan Rudi. Ternyata di tempat Rudi jatuh setelah dijajagi dengan bambu mencapai kedalaman enam meter lebih. Dan di dasarnya masih ada pasir hisap (warga sekitar menyebut Pasir Mbel). Padahal saat itu kondisi Sungai Comal tidak begitu banjir karena musim kemarau, akan tetapi Rudi terhisap Pasir Mbel langsung tidak muncul ke permukaan.
Itu kedung mas,” ujar seseorang pada Dialog yang ada di tempat kejadian.
Sejam kemudian pukul 16.00 WIB tubuh Rudi dapat diangkat oleh warga dalam keadaan meninggal dunia. Histeris istri dan keluarga pun tidak bisa dibendung. Visum dokter dilakukan di rumah mertua dan disaksikan oleh aparat Polsek Bodeh. Paginya, Senin pukul 10.00 WIB jasad Rudi dimakamkan di TPU Desa Susukan Kecamatan Comal tempat asal Rudi.
Terpisah, “Kejadian tersebut adalah murni kecelakaan, seperti terlihat dari hasil visum yang dilakukan dokter setempat di rumah mertua Rudi,” ujar Kepala Desa Susukan Irfanudin (Erfan) melalui Kadus Ma’an di balai desa pada Dialog. (look)

Orok Bayi Ditemukan Tergeletak di TPU Ujunggede


Pemalang, hariandialog.com/Dialog - Ditemukan seorok bayi mungil perempuan terbungkus plastik kresek hitam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Ujunggede, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Sabtu pagi (7/9).
Orok bayi yang sudah tidak bernyawa tersebut ditemukan oleh pengurus kebersihan makam Ahmad (46) yang awal pertama kali melihat bungkusan merasa curiga. Ternyata setelah didekati dan dibuka berisi bayi mungil lengkap dengan tali pusar dan kemudian oleh warga setempat dibawa ke Puskesmas Kecamatan Ampelgading untuk divisum.
Diduga lahir tadi malam dalam keadaan hidup,” ujar petugas Puskesmas Kecamatan Ampelgading. Sedangkan kematian bayi yang tidak dikenal asal usulnya dikarenakan kekurangan oksigen karena dibungkus plastik rapat dan kedinginan sepanjang malam.
Mengenai asal usul bayi dan kenapa dibuang oleh orang yang tidak bertanggung jawab masih dalam penyelidikan aparat terkait.
Penemuan mayat sudah dikordinasikan dengan pihak desa ,” ujar Kapolsek Ampelgading AKP Sudirman kepada Dialog di Mapolsek. Penyelidikan dan pengusutan peristiwa tersebut tetap berjalan sampai ada titik terang.
Terpisah, Kepala Desa Ujunggede melalui Lebe Sachowi menegaskan, semua sudah diurus oleh pengurus makam. Untuk keterangan identitas bayi kami belum bisa menjawab. “Belum ada laporan dari pihak berwajib dan dari warga pun belum ada yang melaporkan,” tandasnya. (kukuh)

Bengkelung dan Kolak Telur


Pemalang, hariandialog.com/Dialog - “Makanan yang satu ini tidak bisa diproduksi oleh daerah manapun ,” ujar tokoh masyarakat Abu Hasan Sutrisno, Dukuh Bengkelung, Desa Sarwodadi, Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
Sutrino yang akrab dengan panggilan Mbah Kelung ini menjabarkan, pembuatan kolak telur memang unik. Ada resep tertentu yang tidak bisa ditiru oleh orang luar Bengkelung. Dan resep ini tidak akan bocor ke luar wilayah Bengkelung. Inilah yang unik, walau belum ada konsensus bersama, warga Dukuh Bengkelung dijamin 100% akan merahasiakan resep kolak telur.
Diantara keunikannya adalah cara pembuatan kolak telur. Disaat air mendidih 100 derajat celcius kuning telur bebek (itik) langsung dimasukan dalam air yang mendidih tersebut, akan tetapi tetap utuh bulat. Kuning telur tidak pecah atau rusak. Dan bulatan kuning telur setelah matang makin keras dan kenyal, gurih, mengenyangkan, lanjut Mbah Kelung.
Terpisah, Kepala Desa Sarwodadi Sugiyono kepada Dialog menjelaskan, bahwa kolak telur Bengkelung memang sudah dikenal di lingkungan pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Setiap Kabupaten punya hajat atau ada tamu khusus luar kota selalu memesan kolak telur dari sini. Kolak telur tidak bisa ditiru dan diajarkan ke luar wilayah Bengkelung.
Dukuh lain dalam satu Desa Sarwodadi pun tidak bisa membuat kolak telur,” tandas Giyono kepada Dialog. Kolak telur itik Dukuh Bengkelung memang unik tidak bisa ditiru resepnya oleh siapapun. (look)

Selasa, 03 September 2013

Mengaku Sebagai Juru Kunci Dewi Lanjar


Pemalang, hariandialog.com/Dialog - Penipuan dengan berbagai modus merebak dimana-mana dan korban banyak yang tidak melapor ke pihak berwajib karena sesuatu hal. Seperti Mbah Iwan (50) Dukuh Mlaki, Desa Wanarejan Utara, Kecamtan Taman, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, mengaku juru kunci Bank Ghoib Dewi Lanjar notabene Penguasa Pantai Laut Jawa.
Korban Gl (22) asal Desa Sidorejo, Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang, Jawa tengah, yang mengadu keberuntungan pada Iwan lewat jalur pintas kontrak umur”. Oleh Iwan dikasih bungkusan kecil botol minyak.
Menjelang malam tiba Gl diajak ke tepi pantai untuk ritual silem 7x. Selesai silem disuruh nylentik botol minyak tersebut sampai pecah. Namun Dewi Lanjar yang dijanjikan Iwan tidak kunjung hadir.
Ini harus diulang lagi besuk biar ketemu Bu Dewi,” ujar Iwan kemudian.
Hari berikutnya diulang. Bu Dewi sang Penguasa Laut Jawa pun tetap tidak muncul. Diduga Iwan hanya akal-akal untuk mendapatkan upar pasien saja. Gl pun mundur kecewa merasa dikelabuhi Iwan. Ia hanya mngumpat.
Ritual kontrak umur dan pinjam bank ghoib, yang dilakukan Iwan korbanya cukup banyak. Setelah dikonfirmasi ke warga setempat, Iwan tidak bisa apa-apa, “Ia hanya tukang pencari rongsok dengan gerobak dorong pergi pagi pulang sore,” ujar warga.
Saat Gl ditemui Dialog belum lama ini, “kenapa tidak lapor ke pihak berwajib,” jawabnya senyum kecut dan malu tanpa kata.
Iwan yang aslinya orang Serang Banten kini ikut istri (Sumiyah) dan tinggal di Mlaki. Ketika Dialog bertandang ke rumah Iwan, ia mengatakan banyak yang sukses melakukan jalan pintas. “Orang jauh-jauh yang sukses, kalo orang Pemalang sendiri ma pada gagal,” ujar Iwan meyakinkan. (sisono)

Suyik Siap Sumpah Pocong


: Suyik Telan Ludah Sendiri

Pilkades Blendung Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, tahun lalu sampai sekarang masih menyisahkan polemik berkepanjangan, bahkan kisruh sampai ke ranah hukum dan PN/PTUN pun belum memutuskan vonis akhir.

Pemalang, hariandialog.com/Dialog -  Malam Jumat (29/8) kemarin Suyik yang mantan Kepala Desa Blendung Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, menyatakan secara tertulis siap menjalani sumpah pocong di Balai Desa terkait kasus penggelembungan kartu suara Pilkades tahun lalu, yang sampai sekarang kasusnya belum selesai.
“Kami Suyik sekeluarga dan panitia akan melakukan sumpah pocong,” ujar Suyik dalam pernyataannya.
Namun malam yang telah ditentukan oleh Suyik sendiri, tidak ada paksaan dari pihak manapun, ia tidak menampakan ujung hidungnya. Beberapa wartawan elektronik maupun cetak menuai kekecewaan karena menunggu lama tidak jadi dilaksanakan sumpah pocong. Kekecewaan ini pun dirasakan oleh beberapa warga Desa Blendung, “Suyik pengecut! Suyik stres!” ujarnya lalu pergi kecewa dari kerumunan saat ditanya oleh Dialog.
Tidak cuma beberapa jurnalis, satuan Dalmas dari Pemalang (satu peleton) yang saat itu hadir pun bingung melihat ulah Suyik. Keamanan dari Polsek Ulujami juga sudah siaga penuh di tempat untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Sumpah pocong tersebut sedianya akan dilaksanakan Malam Jumat (29/8) pukul 19.30. Hal ini dilakukan untuk membuktikan bahwa Suyik tidak melakukan kecurangan dalam pilkades tersebut. “Semoga laknat Allah dijatuhkan kepada kami, apabila kami melakukan hal (kecurangan) tersebut,” ujar Suyik sebelumnya.
Silahkan warga menyaksikan ritual tersebut. Semoga hal ini, semua warga akan hidup damai dan berdampingan tidak membedakan kelompok yang satu dengan lainnya, tandasnya. Namun detik-detik yang dijanjikan hanya pepesan kosong belaka, ibarat Suyik telah menelan ludah sendiri. (look)

Apem Comal dan Kamir Arab Khas Pemalang


Pemalang, hariandialog.com/Dialog - Kedua kue ini (Apem Comal dan Kamir Arab) awal mula bukan produk Pemalang, Jawa Tengah, ujar Mulyono (43) warga Pemalang kepada Dialog saat berkeliling Pasar Pagi Pemalang sambil mencicipi kamir arab.
Kamir Arab, konon pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Arab yang tinggal dan menetap di kota Pemalang sejak lama. Karena berkembangnya waktu pembuatan kamir diteruskan oleh penduduk pribumi Pemalang dalam bentuk home industri (usaha kecil) sebagai penghasilan utama atau mata pencaharian mereka.
Dan warga keturunan Arab yang notabene pembawa jajan ini masuk ke Pemalang sudah tidak ada lagi yang memproduksi. Sekarang diproduksi oleh warga asli Kelurahan Mulyoharjo, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Kamir Pemalang ini pemasarannya sudah sampai ke luar negeri seperti Negeri Brunei. Bahkan Artis Top Jakarta pun banyak yang sudah kesengsem berat terhadap Kamir Pemalang yang satu ini. Mereka setiap kali mampir ke Pemalang selalu memburu kamir buat buah tangan yang ada di Jakarta.
Di Kelurahan Mulyohajo yang terkenal adalah Kamir Arab “Bu Dijah” yang kini diteruskan oleh anaknya yaitu Ny. Khafifah yang belajar langsung dari ibunya Bu Dijah/Khodijah sejak kecil. Daya tahan kue kamir relatif lama karena bisa dihangatkan lagi sebelum basi.
Bagi pembeli dari luar kota bisa beli kemasan kue kamir di toko roti atau penjual jajan di sepanjang Jalan Ahmad Yani Pemalang,” ujar Fifah. Bagi yang sudah tahu lokasi pembuatnya terkadang langsung ke rumah karena lebih puas dan harga pun agak sedikit miring (dapat diskon).
Seperti halnya Kamir Arab, Apem Comal pun asal muasal bukan dari kota Comal Pemalang, melainkan dari kota tetangga yakni Kesesi Pekalongan. Oleh karena sejak pertama kali memproduksi, dari turun temurun mereka selalu berjualan di Pasar Comal. Maka kini terkenalah dengan Apem Comal. Bahkan sudah sah menjadi makanan khas asli Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
Dua jenis kue ini, Apem Comal dan Kamir Arab mempunyai sejarah yang unik. Satunya dari Arab dan yang satunya dari Pekalongan, dan kini menjadi makanan atau kue khas asli Pemalang. (kukuh)