Senin, 29 Juli 2013

Gonor telah Mati Suri Tiga Dasa Warsa

Pemalang, hariandialog.com/Dialog - Kesenian tradisional Gonor di Desa Susukan, Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, telah mati suri sampai tiga dasa warsa. Kini telah bangun dari tidur panjangnya untuk hadir dan mengisi khasanah seni budaya daerah.
Kami ingin meniupkan nafas ke tubuh Gonor agar hidup kembali yang lama hilang bahkan telah mati ditelan waktu. Bersama rekan-rekan dan masyarakat akan bekerja keras menghidupinya,” ujar Ali Sodikin SPd salah satu tokoh masyarakat setempat (30/7) pada Dialog.
Dihimpun dari berbagai sumber, kesenian Gonor ini pernah hadir dan dikembangkan oleh lurah setempat pada jaman Kolonial Belanda. Pendiri awal tidak diketahui namanya. Pada masa itu pun disinyalir Gonor adalah warisan dari leluhur lurah saat itu. Sekitar tahun 1980-an Gonor menghilang dan terkubur waktu sampai sekarang 2013.
Sebagai pelaku sejarah saat itu, “Saya siap untuk berkiprah kembali agar Gonor eksis seperti semula sebagai kesenian tradisonal yang tidak ada di desa lain. Saya rindu Gonor,” ujar Untung perangkat Desa Susukan selaku pemain Gonor pada jamannya sewaktu masih anak-anak.
Diketahui Gonor adalah kesenian tradisional lokal sebagai ujud protes terhadap pemerintahan Belanda yang kejam. Sehingga banyak masyarakat hidup kelaparan. Akhirnya dari seniman desa setempat diciptakan sebuah permainan semacam kuntulan yang dimainkan setiap malam bulan purnama keliling desa, dengan tujuan guna membakar semangat hidup walaupun dirundung sengsara.
Nama Gonor diambil dari kata Ono Sego Nor-Noran (ada nasi pada berebutan. Red) disingkat Gonor. Sebab yang dimakan pada saat itu terkadang nggok-nggokret, gaplek atau tiwul.

Pada intinya saya mendukung dengan digali dan bangkitkan kesenian Gonor ini. Tapi jangan seperti nyalanya blarak. Seketika membara lalu padam. Pihak pemerintah desa akan memfasilitasi kebutuhan yang diperlukan,” ujar Irvanudin Kepala Desa Susukan belum lama ini pada Dialog. (look)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar