Pekalongan, hariandialog.com/Dialog – Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan, Jawa Tengah, membantah adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa ada penyimpangan sebesar Rp 60,9 miliar seperti yang telah dirilis oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Fitra. Namun Pemkot Pekalongan mengakui adanya temuan BPK pada semester pertama di tahun 2013 lalu.
Sekretaris Daerah Pemkot Pekalongan, Dwi Arie Putranto, menjelaskan, temuan BPK sejak tahun 2005 hingga 2013 tercatat sebesar Rp 61,6 miliar dengan 215 temuan. Namun, temuan itu sepanjang tahun 2006 hingga 2013 telah ditindaklanjuti. Sehingga, sisa terakhir pada semester kedua tahun 2013 adalah Rp 2,8 miliar dengan 87 kasus.
Dana sebesar Rp 2,8 miliar itu hingga kini masih berupa piutang yang sulit ditagih, termasuk yang digunakan oleh mantan dan anggota DPRD Kota Pekalongan.
Rincian dari dana Rp 2,8 miliar tersebut adalah Rp 1,4 miliar terdapat pada pajak reklame dan restribusi masyarakat. Sedangkan Rp 561,6 juta, terdapat pada mantan dan anggota DPRD Kota Pekalongan, yang digunakan untuk biaya komunikasi.
“Kalau Rp 2,8 miliar ini tidak ditagih, maka setiap tahun akan menjadi temuan terus oleh BPK,” tandas Dwi.
Kepala Inspektorat Kota Pekalongan, Ning Indahsari menambahkan, dari dana Rp 2,8 miliar, ada sekitar Rp 600 juta yang menjadi piutang di 8 pasar tradisional. Nilai itu tersebar pada ratusan pedagang.
Dana itu sulit ditagih, karena ada sebagian pedagang yang sudah tidak berdagang, “Intinya uang Rp 2,8 miliar itu tidak ada pada Pemkot,” ujar Ning.
Sementara itu, Kabag Humas dan Protokol Pemkot Pekalongan, Supriyadi, menegaskan bahwa Pemkot akan menyomasi rilis (rilis data yang tidak benar) Fitra Jawa Tengah tentang Kota Pekalongan yang menempati urutan dua dari 35 kota/kabupaten di Jawa Tengah yang tertinggi dugaan penyimpangan anggarannya. (look)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar