Pohon asam jawa (tamarindus
indica) tumbang terbelah menjadi tiga bagian, di Desa Padek, Kecamatan
Comal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, menurut legenda berasal dari tongkat
sang kakek-kakek, bukan dari biji buah asem. (foto: Dialog/look)
Pemalang, hariandialog.com/Dialog – Pohon
asam jawa (tamarindus indica) di Pedukuhan
Sicengis, Desa Padek RT.15 RW.05 Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jawa
Tengah, baru-baru ini (10/3) sekitar pukul 07.30 WIB tumbang terbelah menjadi
tiga.
Pohon asam jawa (asem) tersebut, menurut warga setempat,
usianya lebih dari ribuan tahun. Di bagian dalamnya memang sudah kropos atau
bolong dari dahulu. Sehingga karena dimakan usia, tanpa sebab apapun, secara perlahan terbelah
menjadi tiga dan roboh. Dua bagian yang mengarah ke selatan dan ke timur
menimpa rumah warga dan satu belahan mengarah ke barat. Dalam peristiwa ini
tidak memakan korban jiwa.
Robohnya pohon asam di Padek membuat gempar warga
sekitar karena pohon in ini merupakan cagar budaya warga setempat dan mempunyai
nilai legenda tersendiri.
“Dengan tumbangnya pohon asem
ini, hati saya menjadi resah dan seakan-akan ada sesuatu yang bakal terjadi ke
depan dan terasa kehilangan sesuatu yang berharga saat ini,” ujar warga yang
tidak mau disebutkan namanya.
Penuturan Mbah Syaiin (85) sesepuh warga
desa tersebut menjelaskan, bahwa ini pertanda jaman sudah rusak. “Pohon asem
yag kokoh bisa tumbang terbelah tiga bagian,” tandasnya.
Disinyalir bahwa Desa Padek adalah desa tertua
di sebuah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang. Yakni sebelum muncul desa-desa
di Ulujami, Desa Padek-lah yang pertama kali ada pemukiman (pedesaan). Saat itu jarak desa ke Laut Jawa sangat dekat, bahkan, katanya berdekatan dengan bibir Laut Jawa. Akan tetapi saat ini tahun 2014, bibir Laut Jawa dengan desa Padek berjarak 5 kilo meter.
Pada pemerintah kolonial Belanda (1910) pun di desa ini pernah berdiri kantor Asisten Residen Belanda (Kantor Kecamatan).
Pada pemerintah kolonial Belanda (1910) pun di desa ini pernah berdiri kantor Asisten Residen Belanda (Kantor Kecamatan).
Diceriakan pula oleh Mbah Syaiin asal mula pohon asem tersebut yakni,
dahulu kala ada seorang kakek dengan tongkatnya numpang sholat dhuhur di
musholah. Lalu tongkat tersebut ditancapkan di halaman musholah, dan kakek
menuju padasan untuk ber-wudhlu (bersuci). Hampir lingsir kakek tersebut tidak keluar dari
musholah dan warga setempat pun menjadi penasaran lalu mencari sang kakek.
Ternyata di dalam musholah
kakek tidak ditemukan. Akhirnya warga tidak berani mencabut tongkat milik kakek
misterius dan berjalannya waktu tongkat tadi tumbuh menjadi pohon asem besar
sampai sekarang.
“Jadi pohon asem ini asli
berasal dari tongkat sang kakek. Bukan dari biji asem,” jelas Mbah Syaiin dan
kecewa serta prihatin dengan tumbangnya asem tersebut. (look)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar