Pemalang, hariandialog.com/Dialog - Penjarahan hutan mangrove di Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah yang dilakukan oleh Mf (40) penduduk setempat pada 20 Mei 2013 lalu, kini pun masih berbuntut panjang. 50 buah pohon mangrove (bakau) yang dijarah tersebut, kasusnya sudah diupayakan jalan damai ditingkat desa dimediasi oleh aparat dan pamong desa. Akan tetapi masyarakat Desa Nyamplungsari bersikukuh tidak mau jalan akhir damai seperti apa yang ditawarkan oleh Kades setempat.
“Pokoknya proses hukum harus ditegakan seadil-adilnya dan masyarakat akan menindak lanjuti ke ranah hukum yang lebih tinggi, agar Mf mendapat efek ganjaran yang semestinya,” ujar Tunut (60) salah satu tokoh masyarakat setempat.
Dari laporan beberapa warga yang tidak mau disebutkan namanya, diduga pengusutan terhadap Mf dengan sengaja ada pihak yang menghalang-halangi, diantaranya Kades Cholif Sujai. Indikasi Kades menghalangi pengusutan pelaku penjarahan (pencurian bakau), diendus ternyata, Mf adalah tim sukses Kades Cholif saat pesta demokrasi yang lalu.
Belum lama ini warga mendatangi balai desa untuk mengusut kasus Mf namun jalan buntu ada di depan mereka. Pihak desa (Kades) mengarahkan jalan damai. Tapi masyarakat telah melihat dari sisi sudut pandang yang berbeda, “Yang namanya penjarahan yang identik dengan pencurian. Seorang pencuri yang harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Masalah maaf memaafkan itu sih gampang. Tapi biarlah hukum ini berjalan jangan sampai ada yang mencoba menghalang-halangi,” lanjutnya.
Tempat terpisah, Cholif ditemui Dialog dikantornya mengatakan, “Saya tidak menghalang-halangi kemauan warga saya. Silahkan diusut tuntas sampai ke akar-akarnya, siapa yang salah harus menerima hukuman. Cuma, usutlah dengan santun jangan sampai muncul sebuah gejolak bahkan tindakan emosional.”
Mengenai kasus tersebut, ujar Ciptoroso pamong setempat memaparkan pada Dialog kemarin (24/6), “Sebenarnya Kades tidak menghalang-halangi akan tetapi manakala ada jalan keluar yang terbaik kenapa tidak dipakai. Seperti jalan damai, mediasi tingkat desa, dan sebagainya. Jika warga menghendaki ke ranah hukum yang lebih tinggi silahkan. Menurut saya ditangani dulu secara kekeluargaan.” (sisono)